Jumat, 13 Januari 2012

Kosmologi dalam epistemologi Dogma



               Kosmologi yang benar adalah fondasi yang harus dibangun oleh setiap insan beragama.   Dengan metode epistemologis apakah kosmologi ini bisa dibangun?  Mungkinkan pengetahuan empiris dapat memecahkan masalah-masalah prinsipal kosmologis?  Dimanakah posisi tasawwuf dalam perfeksi dan perjalanan spiritual manusia?




Definisi Agama
            
            Bicara soal agama, tidak bisa tidak kita harus memahami terlebih dahulu definisi agama.  Dalam bahasa Arab agama disebut ‘Din’ yang secara bahasa berarti ketataan, pahala dsb.  Dalam istilah, Din berarti  keyakinan kepada Sang Pencipta manusia dan alam semesta serta ajaran-ajaran amaliah yang sesuai dengan keyakinan ini.  Atas dasar ini orang yang tidak meyakini adanya Sang Pencita dan menganggap segala fenomena alam ini sebagai kejadian spontan atau semata-mata terjadi karena interaksi alam natural disebut sebagai orang yang tak beragama (ateis).  Sebalik orang  yang meyakini adanya Sang Pencipta semesta alam disebut sebagai orang yang beragama, sekalipun keyakinannya atau ritus-ritus agamanya mengalami penyimpangan dan khurafat.  Maka dari itu, agama terbagi menjadi hak dan batil.
Agama yang hak adalah agama yang mengandung keyakinan yang sesuai dengan kenyataan serta membawa petunjuk kepada perilaku-perilaku yang memiliki jaminan yang valid untuk menggapai kebenaran.


Ushul dan Furu’


   Dengan pengertian terminologis agama tadi jelaslah bahwa agama setidaknya terdiri dari dua elemen.  Pertama, akidah atau keyakinan-keyakinan yang dilandasi dengan prinsip dan dasar yang valid.   Kedua, hukum atau perintah-perintah amaliah yang sesuai dengan dasar-dasar akidah.   Dengan demikian, tepatlah kiranya jika elemen akidah setiap agama disebut ‘ushul’  (pokok-pokok) sedangkan elemen hukum amaliahnya disebut furu’ (cabang).  Dua istilah ini oleh para ulama Islam juga lazim disebut akidah Islam dan hukum Islam.


Kosmologi dan Ideologi


          Istilah kosmologi dan ideologi artinya tak jauh berbeda satu dengan yang lain.   Arti kosmologi antara lain ialah serangkaian keyakinan dan pandangan universal yang tersistematis mengenai manusia dan alam semesta, atau secara umum mengenai ‘ke-ada-an’ (wujud).  Sedangkan arti ideologi antara lain ialah serangkaian pandangan universal yang tersistematis mengenai perilaku manusia.
Sesuai dua pengertian ini bisa dikatakan bahwa rangkaian akidah dan ushul setiap agama adalah kosmologi agama ini sendiri, sementara sistem universal hukum-hukum amaliahnya adalah ideologinya, dan keduanya diterapkan sesuai ushul dan furu’ agama ini.  Patut diingat bahwa istilah ideologi tidak mencakup hukum-hukum parsial sebagaimana kosmologi juga tidak mencakup keyakinan-keyakinan parsial.  Selain itu, kata ideologi juga sering diterapkan pada pengertian umum yang mencakup kosmologi.


Kosmologi Teisme dan Kosmologi Materialisme


         Di tengah umat manusia terdapat aneka ragam kosmologi.  Toh demikian, dengan pertimbangan diterima atau tidaknya alam immateri atau supranatural semuanya bisa dibagi dalam dikotomi kosmologi ketuhanan (teisme) dankosmologi materialisme.  Penganut kosmologi materialisme dulu disebut zindiq atau mulhid (ateis), sedangkan sekarang lazim disebut materialis. Ada banyak paham yang membidani lahirnya materialisme, dan diantaranya yang paling kesohor ialah Materialisme Dialektik yang menjadi elemen filosofis ajaran Marxisme.
Dari keterangan di atas jelas bahwa penerapan istilah kosmologi lebih luas daripada istilah keyakinan atau akidah agama, karena kosmologi juga meliputi paham-paham ateisme dan materialisme sedangkan akidah agama tidak mencakupnya.  Ini serupa dengan istilah ideologi yang sebenarnya hanya mencakup rangkaian hukum-hukum agama.


Agama Samawi dan Ushulnya


             Tentang proses munculnya berbagai agama para ahli sejarah agama dan sosiolog berbeda pendapat.  Namun, berdasarkan apa yang bisa dipahami dari teks-teks keislaman (nash), agama muncul sejak manusia itu ada.  Manusia pertama adalah Nabi Adam as yang merupakan nabi penyeru Tauhid (monoteisme), sedangkan keberadaan agama–agama yang mengandung paham-paham syirik (politeisme) tak lain adalah akibat penyelewengan, distorsi, dan tendensi-tendensi individual maupun kelompok.
Agama-agama monoteisme yang merupakan agama samawi dan hakiki memiliki tiga prinsip universal yang kolektif. Pertama, keyakinan kepada Tuhan Yang Esa. Kedua, keyakinan kepada kehidupan yang abadi untuk setiap manusia di alam akhirat serta ganjaran dan pahala untuk setiap perbuatannya ketika hidup di alam dunia.  Ketiga, keyakinan kepada pengutusan  para Nabi oleh Allah SWT untuk menuntun umat manusia kepada kesempurnaan dan kebahagiaan dunia dan akhirat.


Tiga prinsip ini pada hakikatnya adalah jawaban untuk beberapa pertanyaan fundamental untuk setiap orang yang arif dan bijak yaitu, apa dan siapakah kausa prima atau sumber pertama wujud alam semesta ini?  Apakah akhir dari kehidupan ini?  Dan apakah yang bisa dijadikan sebagai jalur terbaik untuk menjalani program hidup?  Adapun kandungan program yang dapat dipelajari dari jalur wahyu yang terjamin kebenarannya tak lain ialah ideologi religius yang terbangun berlandaskan kosmologi teisme.


Keyakinan-keyakinan prinsipal memiliki berbagai konsekwensi, korelasi, akses, dan rincian-rincian yang keseluruhannya membentuk konsetalasi keyakinan religius.  Perselisihan dalam hal-hal inilah yang menumbuh-biakkan berbagai aliran keagamaan, mazhab, dan sekte.  Perselisihan mengenai status kenabian sebagian nabi serta penentuan kitab suci yang valid, misalnya, telah memicu perselisihan antara agama-agama Yahudi, Kristen, dan Islam.  Perselisihan ini kemudian membawa akses berupa perselisihan-perselihan lain dalam keyakinan dan tradisi yang sebagian diantaranya tidak sejalan dengan keyakinan-keyakinan prinsipal.  Contohnya adalah keyakinan trinitas dalam agama Kristen yang jelas-jelas berseberangan dengan paham monoteisme, walaupun umat Kristiani tetap berusaha mengemas keyakinan trinitas ini dengan penjelasan-penjelasannya sendiri.  Dalam Islampun, umat Nabi Besar Muhammad saww juga terpecah menjadi Ahlussunnah dan Syiah akibat perselisihan mengenai mekanisme penentuan para pengganti Rasul saww.  Syiah meyakini bahwa yang berhak menentukannya hanyalah Allah SWT, sementara Ahlussunnah meyakini bahwa yang menentukannya adalah umat Islam sendiri.
Alhasil, Tauhid, kenabian, dan hari kebangkitan adalah keyakinan yang paling fundamental dan prinsipal dalam semua ajaran agama samawi.


Masalah Masalah Prinsipal Kosmologis


              Ketika manusia berniat memecahkan berbagai persoalan fundamental kosmologis dan mengenal ushuluddin yang benar, pertanyaan yang pertama kali mencuat ialah apakah jalan pemecahan masalah-masalah ini?  Bagaimanakah pengetahuan-pengetahuan yang fundamental bisa diserap dengan benar? Di tengah berbagai metode yang ada, metode manakah yang valid untuk memperoleh pengatahuan-pengetahuan ini?
Semua pertanyaan ini dibahas secara rinci dalam epistemologi, yaitu satu disiplin ilmu yang menganalisis dan mengevaluasi berbagai pengetahuan dan metode penalaran manusia dalam memperoleh pengetahuan.  Kita di sini akan membicarakan masalah ini sekadarnya.


Berbagai Jenis Pengetahuan


             Dari satu aspek tertentu pengetahuan-pengetahuan manusia bisa diklasifikasikan ke dalam empat kategori:
Pertama, pengetahuan empiris. Pengetahuan ini diperoleh manusia dengan mengandalkan organ-organ inderawi, kendati akal juga berperan dalam eksepsi dan generalisasi pengetahuan-pengetahuan empiris.  Pengetahuan empiris difungsikan dalam ilmu-ilmu empiris semisal kimia, fisika, dan biologi.


Kedua, pengetahuan rasional.  Pengetahuan ini dibentuk oleh konsepsi-konsepsi yang diserap oleh akal pikiran.  Dalam pengetahuan ini peranan akal sangat fundamental kendati adakalanya persepsi-persepsi empiris masih digunakan sebagai sumber serapan konsepsi atau digunakan sebagai bagian dari premis dalam silogisme.  Ruang gerak pengetahuan ini meliputi ilmu logika, ilmu filsafat, dan ilmu matematika.


Ketiga,  pengetahuan yang diterima begitu saja (ta’abbudi).  Pengetahuan ini memiliki aspek sekunder dengan pengertian bahwa ilmu ini didapat berdasarkan pengetahuan-pengetahuan sebelumnya yang sudah dibuktikan sebagai sumber yang valid dan punya otoritas. Dengan kata lain pengetahuan ini diperoleh dari berita yang disampaikan oleh pembawa kabar yang terbukti bisa dipercaya. Contoh kongretnya adalah pengetahuan yang diperoleh para penganut agama dari pemuka agamanya.  Pengetahuan ini adakalanya membentuk keyakinan yang jauh lebih kuat daripada keyakinan-keyakinan yang diperolehnya dari pengalaman-pengalaman empiris.
Keempat, pengetahuan intuitif (syuhudi).  Tak seperti  tiga kategori pengetahuan di atas, pengetahuan ini bersentuhan langsung dengan obyeknya tanpa perantara gambaran subyetif.  Karena itu, ilmu atau pengetahuan ini tidak mungkin salah.  Namun demikian, biasanya apa diklaim sebagai ilmu syuhudi atau irfani pada hakikatnya adalah interpretasi subyektif dari sesuatu yang telah disaksikan.  Interpretasi inilah yang bisa salah.


Berbagai Jenis Kosmologi


                 Berdasarkan klasifikasi di atas, kosmologi bisa dibagi dalam empat bagian sebagai berikut:
Pertamakosmologi ilmiah.  Maksudnya ialah manusia membangun kosmologi universalnya mengenai alam semesta berdasarkan hasil-hasil ilmu pengetahuan empiris.
Keduakosmologi filosofis yang dicapai melalui proses argumentasi-argumentasi rasional.
Ketigakosmologi yang diperoleh melalui keimanan kepada para pemimpin agama sehingga semua kata-kata mereka diyakini sebagai kebenaran.
Keempatkosmologi irfani yang diperoleh melalui jalur intuisi atau mukasyafah, syuhud, dan isyraq.
Pertanyaannya sekarang ialah apakah semua masalah fundamental kosmologis bisa dipecahkan secara seimbang melalui semua bagian kosmologi di atas?  Ataukah ada satu diantaranya yang harus diprioritaskan atas yang lain?


Evaluasi dan Tinjauan Kritis


            Seperti diketahui, ruang gerak pengetahuan empiris hanya terbatas pada fenomena-fenomena alam materi. Maka dari itu, hasil-hasil ilmu empiris tidak bisa mengenal fondasi-fondasi kosmologi dan menyelesaikan masalah-masalah kosmologis yang letaknya berada di luar peta ilmu pengetahuan empiris.  Ilmu empiris tidak bisa mengisbatkan atau menafikannya. Hasil-hasil riset di laboratorium, misalnya, tidak akan bisa mengkonfirmasikan atau menolak keberadaan Tuhan.  Ini tak lain karena pengalaman empiris sama sekali tidak akan bisa menjangkau alam immateri dan oleh sebab itu pengalaman ini jelas tidak akan bisa mengisbatkan atau menafikan sesuatu yang berada di luar zona alam materi.


Dengan demikian, kosmologi empiris lebih menyerupai fatamorgana.  Karenanya, kata-kata ‘kosmologi’ dalam pengertian yang sebenarnya tidak bisa diterapkan pada pandangan-pandangan universal empiris.  Kita hanya bisa menyebutnya sebagai  Ilmu Pengetahuan Alam Materi.  Jadi, ilmu ini tidak akan bisa menjawab berbagai persoalan prinsipal menyangkut kosmologi.


Pengetahuan-pengetahuan  ta’abbudi juga demikian.  Sebagaimana yang dijelaskan tadi, pengetahuan ta’abbudi bersifat sekunder dalam pengertian bahwa pengetahuan ini bisa diyakini setelah sumbernya bisa dibuktikan valid sebelumnya.  Jadi, sebelumnya harus bisa dibuktikan kenabian seseorang yang menjadi nara sumber pengetahuan itu.  Sebelum ini pun harus pula dibuktikan keberadaan Tuhan, Zat yang mengutus nabi untuk membawa kabar (baca: pengetahuan).  Dan keberadaan Pengutus nabi serta kenabian orang yang diutus-Nya jelas tidak bisa dibuktikan dengan pesan (baca: pengetahuan) yang dibawa oleh nabi.  Misalnya, keberadaan Tuhan tidak bisa kita buktikan dengan pernyataan Al-Quran:“Tuhan itu ada”. Dengan demikian, metode ta’abbudi juga tidak bisa menyelesaikan masalah-masalah prinsipal kosmologis.


Adapun berkenaan dengan motode irfani, syuhudi, intiusi, atau yang juga disebut mistis kita perlu memberikan penjelasan secara agak detail melalui beberapa poin sbb:
Pertama,  Kosmologi adalah pengetahuan yang terdiri dari konsepsi-konsepsi subyektif (mafahim dzihniah), sementara dalam intuisi sama sekali tidak ada mafahim dzihniah.
Kedua, untuk menjelaskan dan menginterpretasi apa yang diketahui seseorang dengan jalan intuisi sangatlah memerlukan kepiawaian yang besar dalam berpikir, dan ini tidak akan bisa dicapai kecuali dengan latar belakang jerih payah berpikir dan analisis-analisis filosofis yang panjang.  Jika tidak, maka seseorang yang mengalami intuisi akan terjebak pada penggunaan kata-kata yang ambigu sehingga bisa menjadi penyebab timbulnya kesesatan dan penyelewenangan.
Ketiga, dalam banyak kasus, hakikat yang diketahui seseorang melalui intuisi bisa mengundang kebingungan bagi orang ini sendiri manakala dia mencoba memberikan refleksi dan interpretasi subyektif.
Keempat, diketahuinya hakikat-hakikat yang setelah diinterpretasikan oleh pikiran bisa kita sebut kosmologibergantung kepada proses penempuhan jalan suluk, sedangkan penerimaan metode suluk ini sendiri juga memerlukan teori-teori dasar dan masalah-masalah prinsipal dalam kosmologi.  Jadi, masalah-masalah ini harus terpecahkan terlebih dahulu sebelum dimulai perjalanan suluk, sedangkan pengetahuan-pengetahuan intiusi berada pada tahap yang paling akhir. Suluk, irfan, atau yang disebut tasawwuf hanya akan bisa dialami oleh seseorang jika dia benar-benar ikhlas berusaha menempuh jalan Allah SWT,  dan usaha ini hanya bisa ditempuh oleh yang orang yang memiliki pengetahuan sebelumnya tentang Allah dan jalan pengabdian kepada-Nya.


KOSMOLOGI ISLAM: DARI LITERATUR KE SAINS


           Alam semesta sudah menjadi perhatian oleh manusia semenjak dulu kala. Beberapa pertanyaan esensial yang sama selalu hadir: dari mana dunia ini datang, dari apa dibuat, bagaimana dan kapan permulaannya, bagaimana akhirnya, seberapa besar dan lain sebagainya. Jawaban-jawaban berkembang pada masing-masing bangsa dan peradaban. Jawaban itu menjadi cerita, cerita menjadi legenda, dan legenda menjadi mitos.
Banyak alasan kenapa umat manusia pada zaman itu memikirkan hal tersebut. Namun dari sekian banyak alasan itu, bisa dikategorikan dalam dua hal:
1. Meningkatkan kualitas hidup: perkiraan cuaca, bertani, berlayar, arah kiblat, mata angin, dan lain sebagainya. Astronomi sangatlah berjasa bagi nenek moyang kita.
2. Kebutuhan alamiah untuk perlu takut pada sesuatu yang lebih besar. Manusia pada saat itu sadar atau tidak selalu mendambakan adanya satu kekuatan yang besar untuk memberi perlindungan. Kebutuhan agama, kata orang teologi.


Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, orang mulai melakukan pengamatan lebih rasional terhadap alam semesta. Astronomi berkembang, dari pengamatan bintang dan planet melebar ke studi struktur dan evolusi alam semesta. Lahirlah Kosmolgi, sains yang mencari pemahaman fundamental alam semesta.
Kesulitan eksperimen untuk memapankan sebuah teori Kosmologi, sampai pada abad pertengahan hipotesis dasar Kosmologi lahir dari pemahaman dari pemikiran manusia tempo dulu, mitos, pengataman yang terbatas, dan teologi. Teologi menjadi sumber yang paling banyak berkontribusi.


Mitos misalnya, ada kosmologi bangsa viking yang terkenal (yang kemudian menjadi basis dasar Tolkien dalam membangun dunia fantasi middle-earth-nya), atau bagaimana kepercayaan bangsa maya tentang penciptaan alam semesta. Dari teologi, hampir seluruh agama menyertakan cerita alam semesta; Hindu, Budha, Kristen, Yahudi, dan Islam. Setelah sains berkembang dan teknologi memadai, baru kemudian pengamatan secara signifikan berkontribusi pada Kosmologi.


Kenapa Kosmologi Islam?


            Hakikat Fisika adalah ayat-ayat Allah (sunatullah, fenomena alam) yang dapat dimengerti oleh Sains . Sementara sains itu sendiri adalah ilmu pengetahuan dasar yang diperoleh dari logika dan pendekatan ilmiah.
catatan: Defenisi ini dideskripsikan sendiri oleh penulis berdasarkan pemahamannya
Hubungan antara Fisika dan Sains tidak perlu lagi dipertanyakan. Yang menarik adalah hubungan Sains dengan Teologi: Kosmologi Islam menjadi contoh yang sangat bagus untuk menggambarkan hubungan harmonis diantara mereka berdua: bagaimana sains membantu memahami Al-Quran, dan bagaimana Al-Quran menjadi literatur utama sains.


Artikel ini akan menyajikan bagaimana Islam mengajarkan Kosmologi pada umat manusia dari literatur paling utama: Al Quran. Dan kemudian kita akan melihat bagaimana sains membahas dalam kasus yang sama. Jadi, artikel ini bukan bermaksud untuk main cocok-cocokkan atau akal-akalan agama ke sains atau sebaliknya.
Ada 4 pertanyaan paling esensial umat manusia semenjak dahulu yang akan dijawab dalam artikel ini:
1. Berapa besarnya?
2. Dari apa dibuat?
3. Bagaimana permulaannya?
4. Apa akhirnya?
————
Penciptaan Alam Semesta


Kenapa muslim harus peduli?
Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal (Ali Imran: 190)
Yaitu orang-orang yang menginta Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langin dan bumi (seraya berkata): �Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka� (Ali Imran: 191).
Memikirkan penciptaan, struktur, dan perkembangan (evolusi) alam semesta adalah salah satu hal untuk mengingat kekuasaan Allah. Ada 4 karakter dalam diri seorang muslim yang berpikir (ulil albab):
1. Mereka yang senantiasa mengingat Allah sambil berdiri, duduk, maupun berbaring (:dalam segala aktivitasnya);
2. Dan selalu memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (tak henti menelaah fenomena alam);
3. (bila dijumpainya suatu kekaguman mereka berkata:) “Tuhan kami, tiadalah Engkau ciptakan semua ini sia-sia. Maha Suci Engkau.”
4. (dan dengan kesadaran bahwa pengembaraan intelektualnya mungkin sesat, mereka senantiasa memohon kepada Allah:) “Dan jauhkanlah kami dari siksa neraka”.


7 Lapis langit dan Bumi


            Baik Quran dan Hadis cukup sering mengatakan tentang �tujuh lapis langit dan bumi�. Apakah ini maksudnya benar-benar langit biru yang kita lihat sehari-hari? Ataukah sesuatu yang lain?
Beberapa orang mencoba mengintepretasikan sebagai tanda dari Al-Quran untuk menjelaskan sistem tata surya kita; lapisan langit sebagai level jarak dimana objek langit mengorbit. Mereka meletakkan dalam urutan berdasarkan jaraknya dari bumi:
Bulan pada lapisan pertama
Mercury pada lapisan kedua
Venus pada lapisan ketiga
Matahari pada lapisan keempat
Jupiter pada lapisan keenam
Saturnus pada lapisan ketujuh
Saat itu mungkin Uranus dan Pluto belum ditemukan, jadi tidak termasuk dalam daftar. Pemikiran ini sebenarnya terpengaruh oleh model geometri dari geosentris Ptolemeuys, walau disisi lain mereka menolak ide utama geocentris �bumi adalah sentral�.
Pengertian ini jelas salah. Berdasarkan bahasa Arab yang dipakai Al-Quran, terminologi �tujuh� atau �tujuh puluh� merujuk pada angka yang tak terhitung, dalam kata lain: banyak sekali. Memakai defenisi ini maka �tujuh lapis langit dan bumi� menggambarkan betapa banyaknya benda-benda langit di angkasa (langit) dan planet (bumi).


Bagaimana alam semesta bermula?


              Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup, Maka mengapa mereka tiada juga beriman? (Al-Anbiya: 30).
Al-Quran menyatakan alam semesta datang dari satu sumber materi dan energi, dan kemudian Allah mengembangkannya. Islam mengakui konsep singulariti alam semesta (teori Big Bang). Surat Al-Anbiya: 30 juga menyatakan bahwa Hidrogen (dinyatakan sebagai air � susunan atom air adalah H2O) adalah materi utama saat itu. Dan kemudian air (eksplisit) menjadi materi utama dari kehidupan.


>> Teori Big Bang


            Alam semesta berasal dari 1 titik yang sangat masif dan meledak memancarkan energi yang luar biasa tingginya.
Bayangkan, ketika alam semesta berusia 10-36 detik, energi yang dibawa partikel-partikel saat itu adalah 10E14 GeV (mesin pemercepat partikel yang manusia punya sekarang menghasilkan partikel dengan energi beberapa ratus MeV, 1 Giga = 1000 Mega), temperatur 10E27 K, dan kepadatannya 4 x 10E9 (dengan air = 1).
catatan: masif = sangat padat, rapat, dan berat, sehingga sesuai dengan E=mc2, maka memiliki energi yang luar biasa besarnya.


>> Fisika Partikel


                Kemungkinan besar titik itu adalah partikel subatomik. Ketika terjadi ledakan, maka titik-titik itu menjadi partikel yang kita kenal dengan Quarks .
Partikel subatomic (dengan jumlah yang sangat banyak) berada pada medan energi yang juga maha dahsyat memicu terjadi reaksi nuklir fusi . Secara alami. atom yang paling cepat dan mudah dibuat dari reaksi fusi ini adalah hidrogen, karena paling sederhana dan ringat (terdiri dari 1 elektron dan 1 proton). Atom hidrogen pertama lahir sekitar 300.000 tahun semenjak dentuman awal terjadi.
Proses fusi tidak berhenti disana. Energi memang tidak tersedia sebanyak dulu, namun temperatur yang sudah turun drastis memaksa partikel-partikel yant tidak stabil untuk bergabung satu sama lain membentuk atom yang lebih stabil. (Ini bisa dianologikan kecendrungan kita untuk nempel-nempelan satu sama lain biar hangat hehe). Setelah itu, logam-logam ringat seperti Litium dan Berium tercipta, juga unsur-unsur gas (terutama Helium) yang membentuk kabut. Kemudian proses penggabungan terus belanjut sampai bintang dan planet sampai galaksi terbentuk, sekitar 1 bilion tahun semenjak dentuman awal terjadi.
catatan: 1) Quark disebut �elementary particle�. Gabungan quarks membentuk proton dan neutron, dari proton dan neutron bergabung membentuk atom. 2) Reaksi fusi adalah reaksi penggabungan inti atom.


Pendauran Ulang Langit


              Kemudian Dia menuju langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: �Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa�. Keduanya menjawab: �Kami datang dengan suka hati: (Fushshilat: 11)
Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu, dan Dia berkehendak menuju langit, lalu disempurnakan-Nya tujuh langit. Dia Maha Mengetahui segala sesuatu (Al-Baqarah: 29).
Al-Quran menyatakan, setelah Big Bang terjadi, terdapat banyak asap di alam semesta kita, yang kemudian nantinya menjadi bahan utama penciptakaan objek-objek angkasa dan planet.


>> Evolusi Bintang
       
             Dari pengamatan visual, infra red, dan radio, dipelajari bahwa bintang lahir dari penggabungan partikel-partikel yang terdapat dalam awan molekul. Partikel-partikel ini akan berinteraksi satu sama lain karena adanya gaya gravitasi. Mereka akhirnya membentuk sebuah inti yang sangat besar dengan bentuk spherikal (bola).
Inti ini berputar berputar, sehingga awan yang menyelimutinya juga ikut berputar. Material yang masih tersisa di awan tidak jatuh ke inti, melainkan membentuk semacam cakram mengelilingi inti. Inti ini kemudian menjadi bintang, dan material dalam awan menjadi planet-planet yang mengorbit disekitar bintang.


Sumber energi bintang (sehingga bisa bercahaya) adalah pembakaran 4 atom Hidrogen menjadi 1 atom Helium (ini juga disebut reaksi nuklir fusi). Pembakaran 4 atom Hidrogen menghasilkan atom Helium + beberapa partikel subatomik. Karena ada selisih massa antara Hidrogen dengan Helium + beberapa partikel subatomik, selisih massa ini dirubah menjadi energi yang membuat bintang bercahaya. Reaksi nuklir fusi ini, selain membentuk Helium, juga membentuk beberapa element berat.
Ketika bahan bakarnya (Hidrogen) habis, bintang siap-siap untuk �mati�. Akhir dari bintang sangat tergantung pada massa dan fisik si bintang. Ada yang hilang begitu saja dengan melepaskan sejumlah material ke alam semesta, ada yang meledak (supernova), ada juga yang menjadi hantu (black hole).
Material yang dilepaskan akan kembali bergabung bersama membentuk awan molekul baru. Dan proses berulang kembali.
… Begitulah Allah mendaur ulang langit�


Bintang bintang di mana-mana�
Maka Dia menyempurnakan tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui (Fushshilat: 12)
Siapa sih yang benar-benar pernah menghitung bintang? Waktu kecil kita sering memakai ungkapan �sebanyak bintang di langit� untuk menggambarkan angka yang begitu banyak sampai-sampai tak terhitung.
Bintang-bintang menghiasi langit (dengan jarak yang dekat), kata Allah. Jarak antar bintang terdekat itu adalah sekitar 4 ~ 10 tahun cahaya, atau 38 ~ 95 x 10E12 km. Bisa dibayangkan betapa besarnya �langit� kita ini. Bintang-bintang yang terlihat dari bumi barulah yang disekitar matahari, bagaimana dengan bintang-bintang dari galaksi yang lainnya? Ukuran bintang saja sudah sangat besar, apa lagi galaksi? Dan apakah tidak butuh ruang yang maha besar untuk menempatkan galaksi-galaksi itu?
Hal lain yang menarik dicermati adalah: Al-Quran juga menyatakan bahwa langit itu belumlah selesai. Langit masih (terus) berproses, seperti pembahasan di atas: evolusi bintang. Bukti yang paling terkenal tentang �proses langit yang belum selesai� adalah: pengembangan alam semesta.
————
Masa Depan Alam Semesta


Alam Semesta Mengembang
Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya (Adz Adzaariyaat: 47)
Al-Quran secara jelas menyebutkan bahwa alam semesta ini mengembang. Alam semesta ini dinamik dengan segala konsekuensinya. Ini adalah bagian dari �penyempurnaan langit� seperti yang sudah dibahas sebelumnya. Subhanallah.
Konsep alam semesta mengembang ini sebenarnya sudah dikemukakan oleh Einstein (sebagai salah satu solusi dari persamaan Medan General Relativity-nya yang sangat terkenal), jauh sebelum Hubble menemukan bukti. Sayangnya, Einstein sudah apriori duluan dengan konsep Alam Semesta ini stabil statis. Pada tahun 1929 barulah Hubble dengan teropong raksasanya yang bersejarah memperoleh data bahwa benda-benda langit menjauhi bumi.
Konsep alam semesta mengembang adalah salah satu konsep fundamental dalam Kosmologi Modern.


Model Alam Semesta


                 Semua orang kenal Einstein. Ketika kematiannya 18 April 1955, majalah Time menulis karikatur besar di halaman depan: sebuah tanda dari kayu yang sangat besar, lebih besar sedikit dari bumi tempat tanda itu menancap dengan tulisan besar: �Einstein Lived Here, in Earth!�, jadi diharapkan para alien membacanya. Einstein adalah sosok super jenius dengan kepribadian yang sangat menawan. Tapi sayangnya saya harus tahan-tahan diri untuk tidak berbicara terlalu panjang tentang beliau, pahlawan fisika saya seumur hidup (kalau Feynman itu inspirator dan icon fisika saya hehe).


Ya, yang kita bicarakan sedikit sekarang adalah Persamaan Medan Gravitasi dari Teori General Relativity Einstein yang dipublikasikan pada tahun 1915. Persamaan ini adalah persamaan alam semesta yang memiliki solusi model alam semesta (dan menjadi persamaan terindah dan termapan yang pernah diciptakan selama sejarah manusia berkembang); yang sisi kirinya adalah menjelaskan geometris alam semesta (matematika) dan sisi kanannya adalah menjelaskan fisika alam semesta (fisika). Subhanallah� Hampir semua ilmuwan di Kosmologi modern memahami alam semesta berangkat dari titik ini.
Model geometris alam semesta ada 3: hyperbolic (pelana kuda), flat (euclidian), dan spherical (bola). Sementera model kosmologinya adalah:� Open-univese � alam semesta terus mengembang dan mengembang sampai akhirnya masing-masing partikel terlalu lemah untuk berinteraksi satu sama lain, temperatur drop mencapai 0 K (Big Chilli theory).
� Einstein � de Sitter Universe � mengembang sampai pada waktu tertentu, kemudian berhenti mengembang sampai suatu saat halt .
� Closed-Universe. Alam semesta mengembang sampai pada waktu tertentu, kemudian menyusut dan kembali ke satu titik seperti awalnya (Big Crunch theory).
catatan: 1) Pada kesempatan lain akan kita bahas lebih lanjut tengan pemodelan alam semesta ini.
 2) Istilah Halt ini adalah kondisi seperti komputer hang: sistem masih hidup tapi tidak bisa diapa-apain sampai harus direstart lagi.
Perhatikan disini bahwa ketiga model mendukung ide alam semesta mengembang. Closed-universe dan Einsein Model menyetujui permulaan Big Bang, tapi untuk Open-universe belum tentu.
Bagaimana Literatur Islam menyebutkan hal ini? Mungkin sudah bisa menduga model mana yang lebih didekati Islam. Ya, benar: Closed-universe. Islam menyebutkan adanya permulaan dan akhir. Cukup banyak ayat Al-Quran yang membicarakan kiamat sebagai akhir alam semesta.


Kita sendiri di alam semesat ini kan, atau jangan-jangan � ?
Dan di antara ayat-ayat (tanda-tanda kekuasaan)-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan makhluk-makhluk yang melata yang Dia sebarkan pada keduanya. Dan Dia mengumpulkan semuanya apabila dikehendakiNya (Asy Syuura: 29)


Banyaknya planet di alam semesta ini memungkinkan bahwa kehidupan bisa terjadi tidak hanya di bumi kita. Ayat di atas sejara eksplisit menjelaskan bahwa adanya makhluk di langit (di luar bumi) yang berdiam. Cuma kita tidak tahu makhluk hidup yang bagaimana, apakah berintelegensi seperti kita, lebih rendah atau lebih tinggi, ataukah cuma makhluk dengan level kehidupan rendah seperti bakteri atau amuba? Yang jelas, walaupun ada dan apapun tingkat intelegensi mereka, manusia tetap menjadi makhluk mulia seperti beberapa kali dinyatakan dalam Al Quran (ga mungkin kan Al Quran di bumi beda ama di planet Kq8*^7$2yQ, hehe).


Dalam Sains sendiri usaha mencari kehidupan di luar angkasa bukanlah ide yang baru. Malah semenjak peradaban dahulu orang-orang berpikir kita tidak sendiri di alam ini. Beberapa hipotesis malah menyebutkan bahwa keberadaan Stonehenge di Inggris, Piramida di Mesir dan Mexico, dan beberapa peninggalan lain diperkirakan hasil karya bersama antara alien dengan manusia saat itu.


Sains modern sendiri sudah melakukan pencarian tersebut. Sebutlah proyek gila-gilaan SETI (Search Extra Terrestrial Intellegence) atau Bio-astronomy. Berita hangat terakhir adalah ketika eksplorasi Mars. Mereka mengamati bahwa Mars tak ubahnya seperti Bumi muda, dan dengan beberapa bukti baru mereka berharap menemukan kehidupan level rendah di sana.
————
Akhir Alam Semesta


            Surat Al-Qiyamah bercerita pada kita tentang dahsyatnya hari kiamat. Pada ayat 8 dan 9, mengindikasikan bahwa langit dan bumi kembali menjadi satu, seperti halnya ide dasar teori Big Crunch.
Sementara itu, di surat At-Takwir ayat 1, 2, 6, 11, dan 12 bercerita tentang matahari membengkak sampai menjadi merah dengan temperatur yang luar biasa panasnya. Saking panasnya sehingga semua air yang ada di bumi menggelegak dan menguap. Inilah salah satu proses evolusi bintang, dan matahari kita adalah seperti bintang biasa yang pasti akan mengalami proses mati. Ayat 11 juga menegaskan pelenyapan langit, seperti proses akhir alam semesta pada teori Big Crunch.


Hal yang sama juga disebutkan pada Surat Al Anbiyaa ayat 104: �Pada hari Kami (itu) Kami gulung langit sebagai mengguling lembaran lembaran kertas. Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama begitulah Kami akan mengulangnya. Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati, sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya.�


Alam semesta kita memang masih lama untuk berakhir, karena masih mengembang. Tapi, bumi dan tata surya kita bisa saja lebih hancur jauh lebih dahulu daripada Alam Semesta. Nah�. Nah� Nah�


Kosmologi dari perspektif Sufi


          Dalam tulisan-tulisannya, ilmu dan nama-nama serta sifat-sifat Allah (al Ashma Wa al Shifat) berfungsi sebagai landasan bagi elaborasi ilmu kosmos, betapa keseluruhan sifat kosmos ini merupakan gema dari berbagai nama dan sifat Allah dan betapa masing-masing tingkat eksistensi kosmis itu sendiri adalah kehadiran Ilahi (al hadarat al illahiyat al khams) yang bermula dari Dzat Allah (al Hahut) , melalui alam nama-nama alam dan sifat-sifat (al Lahut), alam malaikat utama (al Jabarut), alam malaikat lebih rendah dan subtil (al malakut) dan alam-alam materi (al Mulk).


Ibn Arabi menjelaskan tingkatan-tingkatan realitas kosmis berdasarkan ajarannya yang terkenal “Wahdat Al Wujud” (kesatuan wujud yang transenden), yang menyatakan bahwa sesungguhnya hanya satu realitas wujud, satu realitas, dan semua yang lain hanyalah refleksi dari nama-nama dan sifat-sifat Allah di atas cermin noneksistensi.


Pengikut ajaran Ibn Arabi ini diantaranya Shadr Al Din Al Qunawi, Abd Al Karim Al Jilli, dan Sayid Haidar Al Amuli. Di Indonesia juga ada yang sepaham dengan ini yaitu Syeikh Siti Jenar. Ajaran yang saya sebut di atas ada dituliskan juga pada kitab Wirid hidayat Jati/Serat Centini-nya Raden Ngabehi Ranggawarsita.


Makna spiritual dari kosmologi Islam adalah memberikan pengetahuan tentang kosmos adar dapat memahami keburaman realitas kosmos menjadi transparan, dari tirai menuju sarana penyingkapan realitas Ilahi, yang diselubungi dan disingkapkan kosmos oleh hakikatnya sendiri.Tujuannya agar manusia memahami penjara eksistensi dan mengungkapkan keesaan Ilahi (al Tauhid) yang tercermin dalam alam keragaman.


Akan tetapi, spiritualitas Islam memberikan sarana kepada manusia yang hakikat bathinnya sedemikian rupa sehingga membuat mereka harus membuka halaman-halaman kosmis, yang digambarkan oleh Al Quran:
“(yaitu) pada hari Kami gulung langit seperti menggulung lembaran-lembaran kertas “
(Q.S. Al Anbiya [21]: 104)


Spiritualitas Islam memunculkan “kesadaran penciptaan” yang menjadikan manusia mampu melihat teofani nama-nama dan sifat-sifat Allah dalam alam dan mendengar – dari terbangnya burung ke angkasa – doa mahluk yang ditujukan ke singgasana Ilahi, seperti yang disebut Al Quran


“Tidaklah kamu tahu bahwasannya Allah, kepada-Nya bertasbih apa yang di langit dan di bumi, (juga) burung dengan mengembangkan sayapnya. Masing-masing telah mengetahui (cara) sembahyang dan tasbih-Nya, dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan “.(QS. An Nur [24]:41).


Bagaimana yang terbatas “melihat” yang tak terbatas? *)


                    Kosmos adalah Dia/Bukan Dia. Menurut Ibn Arabi wujud adalah satu esensinya dan banyak cara untuk menyingkap dirinya. Ia tidak dapat dibandingkan dengan semua entitas yang ada dan diserupakan kepada setiap mahluk. Dan hakikat wujud, keesaan dan kejamakannya menemukan ekspresinya dalam kesempurnaan manusia sempurna.


Dalam keesaan dan kejamakannya, wujud dapat dikatakan memiliki kesempurnaan. Pertama ditampilkan melalui ketidaksebandingan Esensi Tuhan, yang kedua oleh keserupaan nama-nama Tuhan. Oleh karena itu, dalam konteks kesempurnaan esensial manusia sempurna, Al Quran mengatakan bahwa “Tidak ada pemisahan antara Rosul Tuhan (QS. 2:285). Dari kesempurnaan aksidental mereka, al Quran menyatakan bahwa “Tuhan mengutus para nabi dan Rosul sesuai dengan tingkataan mutunya”. (QS. 2:253).


Pendeknya manusia sempurna tetap berada dalam esensinya, yang tidak lain selain wujud itu sendiri. Pada saat yang sama ia senantiasa selalu mengalami transformasi dan transmutasi dengan mendorong Penyingkapan Diri Tuhan dan memanifestasikan sifat-sifat Tuhan dalam keberagaman kosmis yang tiada akhir. Hati (qalb) manusia sempurna mengalami fluktuasi yang tak pernah henti (qalb, taqallub), sejak itu ia adalah wadah batini tempat mereka memahami penyingkapan diri Tuhan.


Tuhan menciptakan alam untuk menunjukkan kesempurnaan diri-Nya. Seperti disebut dalam Hadits Qudsi :
” Aku adalah perbendaharaan yang tersembunyi, maka Aku ingin diketahui , oleh karena itu, Aku ciptakan mahluk agar Aku dapat diketahui”.


Dengan kata lain, melalui kosmos wujud menyingkap kemungkinan tak terbatas yang tersembunyi di dalam diri-Nya sendiri. Tetapi, itu hanya dilakukan oleh manusia sempurna saja untuk memanifestasikan bentuk Tuhan itu sendiri. Syekh sebenarnya hanya menjelaskan bukan pada ontologi saja, tapi juga pada antropologi, yakni menjelaskan tentang sifat manusia sempurna dan bagaimana kesempurnaan dapat dicapai.
Dengan berbekal pemahaman rasional mengenai “Dia/Bukan Dia” tidak akan mampu mengantar ke dunia cahaya. Dunia imajinasi tidak dapat di transformasikan ke dalam bentuk penyaksian penyingkapan diri wujud tanpa bimbingan dari Rosul, Nabi ataupun para Wali.


Jadi, hakikat puncak wujud adalah melampaui yang tak terbatas dan selalu berada di dalam. Di dalam kesebandingannya wujud adalah satu dzat dengan yang absolut, namun dalam keserupaannya, wujud menjelmakan dirinya melalui pluralitas kongkrit yang ada dalam kosmos. Dzat yang non-fenomenal selamanya tetap tak dapat dibandingkan, namun dia membawa fenomenal ke dalam eksistensi melalui sebuah rahmat, yakni dilimpahkan langsung kepada segala sesuatu yang memiliki potensi eksis.


Ketidak sebandingan Tuhan tumbuh dari persepsi keberbedaan dan tidak nyata. Sedangkan, sikap yang mempertegas keserupaan muncul dari pemahaman yang menonjolkan keserupaan dengan realitas. Menurut Al Haqq, keserupaan ditonjolkan, karena dipandang dari Al Haqq, tidak ada istilah “yang lain”, juga tidak ada istilah “jarak” – “Allah bersamamu dimanapun engkau berada” (QS.57:4).


Terakhir, jadi bagaimana bentuk Tuhan itu? Menurut Ibn Arabi, segala sesuatu yang ada di dunia ini adalah “tanda” Tuhan. Karena segala sesuatu itu merefleksikan Al Haqq. Manusia merupakan tanda Tuhan, karena mereka ada andilnya terhadap atribut al Haqq. Ini membuktikan bahwa manusia bisa mengetahui segala sesuatu. Firman Allah : “Allah mengajarkan kepada Adam semua nama-nama.” (QS.2:31). Arkeripe kognitif (dan ontologis) fundamental mereka adalah Allah sendiri, tidak ada atribut khusus Tuhan. Kesempurnaan manusia melibatkan atribut itu, seperti sifat mulia yang sama dengan indah, tetapi, sebagaimana sifat Tuhan, atribut-atribut ini disusun menurut hirarki tertentu, dengan nama-nama rahmat yang didahulukan dibandingkan murka, nama-nama keserupaan lebih fundamental dari pada nama-nama ketidaksebandingannya.


Kebahagiaan, yakni kondisi yang dinikmati orang surga, adalah identik dengan kedekatan dengan Tuhan. Untuk dekat dengan Tuhan maka berarti mengakui kualitas-kualitas Tuhan sebagaimana adanya. Ketersiksaan identik dengan neraka. Untuk jauh dengan Tuhan adalah menghindari mengaktualisasikan bentuk Tuhan. Untuk tetap berjarak maka tekankan bentuk ketaksebandingan. Jika ingin bahagia, imajinasi mereka harus melampaui akalnya, menyesuaikan bentuk akal. Manusi secara potensial adalah bentuk utuh Tuhan. Kesempurnaan dicapai ketika potensinya teraktualisasi. Perwujudannya adalah bentuk “kebajikan” dan “nilai” yang dikaji dalam ilmu ahlak. Nah, karena kualitas Tuhan tidak dapat dikenali melalui ketidaksebandingan-Nya maka diperlukan campur tangan wahyu (agar aktualisasi atribut Tuhan sesuai dengan porsi yang tepat untuk menjelaskan sifat dan tujuan kegiatan etika yang ditekankan).
*)
Demikian penjelasan Ibnu Arabi, dalam Futuhat Al Makiya dan Fusus Al Hikam, yang ditulis Willliam C. Chittick dalam Imaginal World yang diterbitkan State University Newyork Press, Edisi Bahasa Indonesia diterbitkan oleh Risalah Gusti “Dunia Imajinal”.
 
KESIMPULAN


           Setelah semua metode di atas terbukti tidak bisa difungsikan dalam penyelesaian masalah-masalah prinsipal kosmologis, maka tinggallah satu jalan yang bisa dijadikan alternatif, dan itu ialah jalan penalaran rasional.  Dengan begitu, maka kosmologi yang yang valid dan realistis ialah kosmologi filosofis.
Sungguhpun demikian, ini bukan berarti bahwa untuk menemukan kosmologi  yang benar semua persoalan-persoalan filosofis harus bisa dipecahkan.  Sebaliknya, pemecahan beberapa persoalan filosofis yang sederhana dan mendekati aksiomatis sudah cukup untuk membuktikan keberadaan Tuhan yang merupakan masalah yang paling fundamental dalam kosmologi.  Selain itu, menjadikan metode penalaran rasional (ta’aqqul)  sebagai satu-satunya alternatif  bukan berarti bahwa  metode-metode lain tidak bisa dimanfaatkan untuk menyelesaikan masalah-masalah kosmologis, karena banyak sekali argumentasi-argumentasi rasional yang bisa dikemukakan melalui premis-premis yang didapat dari ilmu-ilmu empiris dsb. (Artikel ini disadur dari buku Amuzashe Aqaid yang ditulis  Ayatullah Misbah Yazdi untuk para pemula pelajar akidah.)
menjawab 4 pertanyaan esensi alam semesta dari kaca mata Kosmologi Islam.
1. Berapa besar alam semesta?
Alam semesta adalah wilayah yang subhanallah besarnya dan sedang mengembang. Mengembang ini akan berhenti pada satu masa seperti model closed-universe yang cendrung didekati Kosmologi Islam.
2. Dibuat dari apa?
Disebutkan bahwa Hidrogen menjadi materi utama pembuatan struktur alam semesta.
3. Bagaimana permulaannya?
Alam semesta berasal dari satu sumber, dan kemudian Allah mengembangkannya. Ini sangat dekat dengan teori Big Bang.
4. Bagaimana akhirnya?
Akan ada akhir bagi alam semesta. Sebagaimana permulaan yang berasal dari satu titik, maka akan diakhiri dengan kembalinya alam semesta menjadi titik. Hal ini juga digambarkan dalam model closed-universe. Cuma kemungkinan kita ga sempat menikmati detik-detik terakhir umur alam semesta karena kemungkinan besar tata surya kita lebih dahulu menemui kiamatnya.



Referensi
1. Al Quran
2. T. Djamaludin (Researcher of Sun and the Universe, LAPAN Bandung Indonesia), Menjelajah Keluasan Langit      Menembus Kedalaman Al-Quran, 2000
3. F. Rusydi, Early Cosmology Report, February 2004
4. Olaf Pedersen, Early Physics and Astronomy � A Historical Introduction, Cambridge University Press, the revised edition 1993 (ISBN: 0-521-40899-7)
5. Scott Dodelson, Modern Cosmology, Acdemic Press, 2003 (ISBN: 0-12-219141-2)
6.Seyyed Hossein Nasr (Editor), Ensiklopedi Tematis Spiritual Islam, Penerbit Mizan, Jakarta, 2002
7.Lorens Bagus, Kamus Filsafat
8.Simuh, Mistik Islam Kejawen R. Ng. Ranggawarsita, UI Press, Jakarta, 1989

1 komentar: