Bank syariah adalah bank yang beroperasi berdasarkan syariah atau prinsip agama Islam. Sesuai dengan prinsip Islam yang melarang sistem bunga atau riba yang memberatkan, maka bank syariah beroperasi berdasarkan kemitraan pada semua aktivitas bisnis atas dasar kesetaraan dan keadilan. Perbedaan yang mendasar antara bank syariah dengan bank konvensional, antara lain :
1. Perbedaan Falsafah
Perbedaan pokok antara bank konvensional dengan bank syariah terletak pada landasan falsafah yang dianutnya. Bank syariah tidak melaksanakan sistem bunga dalam seluruh aktivitasnya sedangkan bank kovensional justru kebalikannya. Hal inilah yang menjadi perbedaan yang sangat mendalam terhadap produk-produk yang dikembangkan oleh bank syariah, dimana untuk menghindari sistem bunga maka sistem yang dikembangkan adalah jual beli serta kemitraan yang dilaksanakan dalam bentuk bagi hasil. Dengan demikian sebenarnya semua jenis transaksi perniagaan melalu bank syariah diperbolehkan asalkan tidak mengandung unsur bunga (riba). Riba secara sederhana berarti sistem bunga berbunga atau compound interest dalam semua prosesnya bisa mengakibatkan membengkaknya kewajiban salah satu pihak seperti efek bola salju pada cerita di awal artikel ini. Sangat menguntungkan saya tapi berakibat fatal untuk banknya. Riba, sangat berpotensi untuk mengakibatkan keuntungan besar disuatu pihak namun kerugian besar dipihak lain, atau malah ke dua-duanya.
Perbedaan pokok antara bank konvensional dengan bank syariah terletak pada landasan falsafah yang dianutnya. Bank syariah tidak melaksanakan sistem bunga dalam seluruh aktivitasnya sedangkan bank kovensional justru kebalikannya. Hal inilah yang menjadi perbedaan yang sangat mendalam terhadap produk-produk yang dikembangkan oleh bank syariah, dimana untuk menghindari sistem bunga maka sistem yang dikembangkan adalah jual beli serta kemitraan yang dilaksanakan dalam bentuk bagi hasil. Dengan demikian sebenarnya semua jenis transaksi perniagaan melalu bank syariah diperbolehkan asalkan tidak mengandung unsur bunga (riba). Riba secara sederhana berarti sistem bunga berbunga atau compound interest dalam semua prosesnya bisa mengakibatkan membengkaknya kewajiban salah satu pihak seperti efek bola salju pada cerita di awal artikel ini. Sangat menguntungkan saya tapi berakibat fatal untuk banknya. Riba, sangat berpotensi untuk mengakibatkan keuntungan besar disuatu pihak namun kerugian besar dipihak lain, atau malah ke dua-duanya.
2. Konsep Pengelolaan Dana Nasabah
Dalam sistem bank syariah dana nasabah dikelola dalam bentuk titipan maupun investasi. Cara titipan dan investasi jelas berbeda dengan deposito pada bank konvensional dimana deposito merupakan upaya mem-bungakan uang. Konsep dana titipan berarti kapan saja si nasabah membutuhkan, maka bank syariah harus dapat memenuhinya, akibatnya dana titipan menjadi sangat likuid. Likuiditas yang tinggi inilah membuat dana titipan kurang memenuhi syarat suatu investasi yang membutuhkan pengendapan dana. Karena pengendapan dananya tidak lama alias cuma titipan maka bank boleh saja tidak memberikan imbal hasil. Sedangkan jika dana nasabah tersebut diinvestasikan, maka karena konsep investasi adalah usaha yang menanggung risiko, artinya setiap kesempatan untuk memperoleh keuntungan dari usaha yang dilaksanakan, didalamnya terdapat pula risiko untuk menerima kerugian, maka antara nasabah dan banknya sama-sama saling berbagi baik keuntungan maupun risiko.
Sesuai dengan fungsi bank sebagai intermediary yaitu lembaga keuangan penyalur dana nasabah penyimpan kepada nasabah peminjam, dana nasabah yang terkumpul dengan cara titipan atau investasi tadi kemudian, dimanfaatkan atau disalurkan ke dalam traksaksi perniagaan yang diperbolehkan pada sistem syariah. Hasil keuntungan dari pemanfaatan dana nasabah yang disalurkan ke dalam berbagai usaha itulah yang akan dibagikan kepada nasabah. Hasil usaha semakin tingi maka semakin besar pula keuntungan yang dibagikan bank kepada dan nasabahnya. Namun jika keuntungannya kecil otomatis semakin kecil pula keuntungan yang dibagikan bank kepada nasabahnya. Jadi konsep bagi hasil hanya bisa berjalan jika dana nasabah di bank di investasikan terlebih dahulu kedalam usaha, barulah keuntungan usahanya dibagikan. Berbeda dengan simpanan nasabah di bank konvensional, tidak peduli apakah simpanan tersebut di salurkan ke dalam usaha atau tidak, bank tetap wajib membayar bunganya.
Dengan demikian sistem bagi hasil membuat besar kecilnya keuntungan yang diterima nasabah mengikuti besar kecilnya keuntungan bank syariah. Semakin besar keuntungan bank syariah semakin besar pula keuntungan nasabahnya. Berbeda dengan bank konvensional, keuntungan banknya tidak dibagikan kepada nasabahnya. Tidak peduli berapapun jumlah keuntungan bank konvesional, nasabah hanya dibayar sejumlah prosentase dari dana yang disimpannya saja.
3. Kewajiban Mengelola Zakat
Bank syariah diwajibkan menjadi pengelola zakat yaitu dalam arti wajib membayar zakat, menghimpun, mengadministrasikannya dan mendistribusikannya. Hal ini merupakan fungsi dan peran yang melekat pada bank syariah untuk memobilisasi dana-dana sosial (zakat. Infak, sedekah)
4. Struktur Organisasi
Di dalam struktur organisasi suatu bank syariah diharuskan adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS). DPS bertugas mengawasi segala aktifitas bank agar selalu sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. DPS ini dibawahi oleh Dewan Syariah Nasional (DSN). Berdasarkan laporan dari DPS pada masing-masing lembaga keuangan syariah, DSN dapat memberikan teguran jika lembaga yang bersangkutan menyimpang. DSN juga dapat mengajukan rekomendasi kepada lembaga yang memiliki otoritas seperti Bank Indonesia dan Departemen Keuangan untuk memberikan sangsi.
Bagaimana Kita Menyimpan Uang Di Bank Syariah
Sebelumnya kita sudah sangat mengenal tabungan, giro dan deposito dari bank konvensional. Pada ke tiga produk bank ini maka setiap bulanya bank berjanji akan membayar sejumlah bunga. Di bank syariah juga mempunyai produk simpanan berupa tabungan, giro dan deposito hanya sebagai nasabah kita tidak menerima pembayaran bunga. Di bank syarah ada 2 cara yang bisa dipilih orang untuk menyimpan uangnya,yaitu :
1. Titipan / Wadiah
Menitip adalah memberikan kekuasaan kepada orang lain untuk menjaga hartanya/ barangnya. Dengan demikian cara titipan melibatkan adanya orang yang menitipkan (nasabah), pihak yang dititipi (bank syariah), barang yang dititipkan (dana nasabah). Menitipkan sebenarnya bukan usaha perniagaan yang lazim, kecuali penerima titipan menetapkan keharusan membayar biaya penitipan atau administrasi bagi penitip. Maka Titipan bisa memenuhi syarat perniagaan yang lazim. Artinya bank harus menjaga dan bertanggung jawab terhadap barang yang dititipkan karena sudah dibayar biaya administrasinya. Rekening giro di bank syariah dikelola dengan sistem titipan sehingga biasa dikenal dengan Giro Wadiah, karena pada dasarnya rekening giro adalah dana masyarakat di bank untuk tujuan pembayaran dan penarikannya dapat dilakukan setiap saat. Artinya giro hanyalah merupakan dana titipan nasabah, bukan dana yang diinvestasikan.
Namun dana nasabah pada giro bisa dimanfaatkan oleh bank selama masih mengendap, tetapi kapanpun nasabah ingin menariknya bank wajib membayarnya. Sebagai imbalan dari titipan yang dimanfaatkan oleh bank syariah, nasabah dapat menerima imbal jasa berupa bonus. Namun bonus ini tidak diperjanjikan di depan melainkan tergantung dari kebijakan bank yang dikaitkan dengan pendapatn bank. Rekening tabungan harian yang memberlakukan ketentuan dapat ditarik setiap saat juga dikelola dengan cara titipan, karena sifatnya mirip dengan giro hanya berbeda mekanisme penarikannya.
2. Investasi / Mudharabah
adalah suatu bentuk perniagaan dimana pemilik modal (nasabah) menyetorkan modalnya kepada pengelola (bank) untuk diusahakan dengan keuntungan akan dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan dari kedua belah pihak. Sedangkan kerugian, jika ada akan ditanggung oleh si pemilik modal. Dengan demikian cara investasi melibatkan pemilik modal (nasabah), pengelola modal (bank), modal (dana) harus jelas berapa jumlahnya, jangka waktu pengelolaan modal, jenis pekerjaan atau proyek yang di biayai, porsi bagi hasil keuntungan. Deposito di bank syariah dikelola dengan cara investasi atau mudarobah, sehingga biasa dikenal dengan Deposito Mudharabah. Bank Syariah tidak membayar bunga deposito kepada deposan tetapi membayar bagi hasil keuntungan yang ditetapkan dengan nisbah.
Beberapa jenis tabungan berjangka juga dikelola dengan cara mudharobah misalnya tabungan pendidikan dan tabungan hari tua, tabungan haji, tabungan berjangka ini biasa dikenal istilah Tabungan Pendidikan Mudharabah, Tabungan Haji. Tabungan-tabungan tersebut tidak dapat ditarik oleh pemilik dana sebelum jatuh tempo sehingga memenuhi syarat untuk diinvestasikan
Bagaimana Nasabah Mendapat Keuntungan
Jika bank konvensional membayar bunga kepada nasabahnya, maka bank syariah membayar bagi hasil keuntungan sesuai dengan kesepakatan. Kesepakatan bagi hasil ini ditetapkan dengan suatu angka ratio bagi hasil atau nisbah. Nisbah antara bank dengan nasabahnya ditentukan di awal, misalnya ditentukan porsi masing-masing pihak 60:40, yang berarti atas hasil usaha yang diperolah akan didisitribusikan sebesar 60% bagi nasabah dan 40% bagi bank. Angka nisbah ini dengan mudah Anda dapatkan informasinya dengan bertanya ke customer service atau datang langsung dan melihat papan display “ Perhitugan dan Distribusi Bagi Hasil” yang ada di cabang bank syariah.
Jika bank konvensional membayar bunga kepada nasabahnya, maka bank syariah membayar bagi hasil keuntungan sesuai dengan kesepakatan. Kesepakatan bagi hasil ini ditetapkan dengan suatu angka ratio bagi hasil atau nisbah. Nisbah antara bank dengan nasabahnya ditentukan di awal, misalnya ditentukan porsi masing-masing pihak 60:40, yang berarti atas hasil usaha yang diperolah akan didisitribusikan sebesar 60% bagi nasabah dan 40% bagi bank. Angka nisbah ini dengan mudah Anda dapatkan informasinya dengan bertanya ke customer service atau datang langsung dan melihat papan display “ Perhitugan dan Distribusi Bagi Hasil” yang ada di cabang bank syariah.
Apakah Simpanan Nasabah di Bank Syariah Dijamin Pemerintah
Dalam hal jaminan pemerintak terhadap dana pihak ke tiga di bank, maka bank syariah mempunyai kedudukan yang sama sama dengan bank konvensional. Dana nasabah di bank syariah tetap dijamin pemerintah sesuai dengan ketentuan jaminan pemerintah bagi dana nasabah di bank.
Dikutip dari Perencana Keuangan (Mike Rini)
Oleh: Nasrulloh
Dalam beberapa hal, bank konvensional dan bank syariah memiliki persamaan, terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi komputer yang digunakan, syarat-syarat umum untuk memperoleh pembiayaan seperti KTP, NPWP, proposal, laporan keuangan dan sebagainya. Disamping itu, antara bank syariah dan bank konvensional memiliki perbedaan yang sangat prinsipil, yakni menyangkut akad-akad yang ditetapkan, aspek legalitas, struktur organisasi, bidang usaha yang dibiayai dan lingkungan kerja. Berikut ini adalah kelebihan bank syariah daripada bank konvensional.
B. 1. Akad dan aspek legalitas
Di dalam bank syariah, akad yang dilakukan memiliki konsekwensi duniawi dan ukrawi, karena akad yang dilakukan berdasarkan ketentuan syari’at Islam. Di dalam perbankan syariah, apabila pihak-pihak yang melakukan akad atau transaksi melanggar kesepakatan / perjanjian yang telah disepakati dan ditandatangani, maka konsekwensi hukum yang akan diterima tidak hanya ketika hidup di dunia saja tetapi juga kelak di hari kiamat. Semua hal dan pihak-pihak, baik barang, jasa maupun pelaku-pelaku yang terlibat dalam setiap akad transaksi perbankan syariah harus memenuhi ketentuan-ketentuan syari’ah sebagai berikut:
a. Rukun: penjual, pembeli, barang, harga dan akad (ijab-qabul / transaksi)
b. Syarat-syarat, yaitu:
1. Barang dan jasa harus halal. Karena itu segala bentuk akad / transaksi atas barang dan jasa yang haram menjadi batal / haram demi syari’ah.
2. Harga barang dan jasa harus jelas.
3. Tempat penyerahan (delivery) harus jelas karena akan berdampak pada biaya transportasi.
4. Barang yang menjadi obyek transaksi harus sepenuhnya dalam kepemilikan yang sah. Tidak diperbolehkan oleh syari’ah melakukan akad / transaksi jual beli atas barang atau sesuatu yang belum dimiliki atau dikuasai, seperti yang terjadi pada transaksi short sale di pasar modal.
B.2. Lembaga Penyelesaian Sengketa
Berbeda dengan perbankan konvensional, jika pada perbankan syariah terjadi perselisihan antara bank dan nasabahnya, maka kedua belah pihak tidak menyelesaikannya di Pengadilan Negeri, tetapi di Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS). Lembaga inilah yang mengatur penyelesaian sengketa yang terjadi antara perbankan syariah dan nasabahnya. Lembaga ini didirikan atas kerjasama antara Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Majlis Ulama Indonesia (MUI). Karena itu, BASYARNAS dalam menyelesaikan sengketa yang menyangkut perbankan syariah mengacu kepada hukum materi syari’ah. Penyelesaian sengeketa melalui BASYARNAS sesuai dengan Pasal 55 ayat (2) UU No. 21 Tahun 2008 yang berbunyi:” Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelesain sengketa dilakukan sesuai dengan isi akad”. Maka jika dalam akad dituangkan bahwa penyelesaian sengketa melalui arbitrase, hal ini dimungkinkan terjadi sesuai dengan kesepakatan para pihak yaitu bank dan nasabah.
Selain itu dengan amandemen Undang-Undang Peradilan Agama, maka penyelesaian sengketa dapat diselesaikan di Pengadilan Agama. Hal ini dimungkinkan karena undang-undang tersebut secara eksplisit dalam Pasal 49 menyebutkan bahwa Pengadilan Agama dapat menyelesaiakan sengketa ekonomi Islam. Hal ini juga dituangkan dalam Pasal 55 ayat (1) UU No. 21 Tahun 2008 yang berbunyi: “Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama”.
B.3. Struktur Organisasi
Bank syariah diperkenankan untuk memiliki struktur organisasi yang sama dengan bank konvensional, misalnya adanya dewan komisaris dan direksi. Namun, di sisi lain terdapat perbedaan yang sangat mendasar antara struktur organisasi yang dimiliki bank syariah dan bank konvensional. Perbedaan yang mendasar itu adalah bahwa di dalam struktur organisasi perbankan syariah harus ada Dewan Pengawas Syariah. Dewan Pengawas Syariah biasanya diletakkan pada posisi setingkat Dewan Komisaris pada setiap bank. Hal ini untuk menjamin efektifitas pendapat atau opini yang dikemukakan oleh Dewan Pengawas Syariah. Karena itu, biasanya penetapan anggota Dewan Pengawas Syariah dilakukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham, setelah para anggota Dewan Pengawas Syariah itu mendapat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional (DSN). Struktur organisasi tersebut terbagi atas:
a. Dewan Pengawas Syariah (DPS)
Fungsi utama para ulama dalam Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah mengawasi jalannya operasional bank syariah sehari-hari agar selalu sesuai dengan petunjuk dan ketentuan-ketentuan syari’at Islam. Hal ini, karena akad / transaksi yang berlaku di dalam sistem perbankan syariah sangat berbeda dengan akad / transaksi yang berlaku di dalam perbankan konvensional. Dalam kaitan ini, dalam sistem perbankan syariah diperlukan garis-garis panduan (guidelines) yang berbeda pula dengan sistem perbankan konvensional. Garis panduan ini disusun dan ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional. Dalam pada itu, Dewan Pengawas Syariah (DPS) harus membuat pernyataan secara berkala (biasanya setiap tahun) bahwa bank syariah yang diawasi telah berjalan sesuai atau tidak sesuai dengan syari’at Islam. Pernyataan DPS ini disampaikan dalam buku laporan tahunan (annual raport) bank yang bersangkutan. Tugas lain Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah meneliti dan membuat rekomendasi atas produk baru bank syariah yang diawasinya. Dengan demikian, DPS bertindak sebagai penyaring pertama atas produk yang telah diteliti dan difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional.
b. Dewan Syariah Nasional (DSN)
Dewan Syariah Nasional (DSN) dibentuk pada tahun 1997 dan merupakan hasil rekomendasi dari Lokakarya Reksadana Syariah pada bulan Juli tahun yang sama. Lembaga ini merupakan lembaga otonomi di bawah Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan dipimpin oleh Ketua Umum MUI dan seorang sekertaris (ex-officio). Kegiatan sehari-hari Dewan Syariah Nasional (DSN) ini dijalankan oleh Badan Pelaksana Harian dengan seorang ketua dan sekertaris serta beberapa anggota. Fungsi utama Dewan Syariah Nasional adalah mengawasi produk-produk lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan syari’at Islam. Dewan ini bukan hanya mengawasi perbankan syariah, tetapi juga mengawasi lembaga-lembaga keuangan syariah lain, seperti asuransi, reksadana, modal ventura dan sebagainya. Untuk keperluan pengawasan tersebut, Dewan Syariah Nasional membuat garis panduan produk syariah yang diambil dari sumber-sumber hukum Islam.
Garis panduan ini menjadi dasar pengawasan bagi Dewan Pengawas Syariah yang terdapat di setiap lembaga-lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar acuan dalam pengembangan produk-produknya. Selain itu, Dewan Syariah Nasional bertugas memberikan rekomendasi kepada para ulama yang akan ditugaskan sebagai Dewan Pengawas Syariah pada suatu lembaga keuangan syariah tertentu. Dewan Syariah Nasional dapat memberikan teguran kepada lembaga keuangan syariah yang dipandang telah menyimpang dari garis panduan perbankan syariah dan petunjuk syari’at Islam. Hal ini dilakukan setelah menerima dan mendapat laporan dari Dewan Pengawas Syariah lembaga keuangan atau perbankan syariah yang bersangkutan.
Jika lembaga keuangan atau perbankan syariah tersebut tidak mengindahkan teguran yang diberikan, Dewan Syariah Nasional dapat mengusulkan kepada otoritas yang berwenang, seperti Bank Indonesia dan Departemen Keuangan, untuk memberikan saksi hukum yang berlaku agar lembaga keuangan atau perbankan syariah tersebut tidak melakukan tindakan-tindakan yang lebih jauh dari ketentuan dan petunjuk syari’ah.
B.4. Bisnis dan Usaha yang Dibiayai Perbankan Syariah.
Di dalam bank syariah, bisnis dan usaha yang dilaksanakan tidak terlepas dari ketentuan dan petunjuk syari’ah. Karena itu, bank syariah tidak diperkenankan membiayai bisnis dan usaha yang diharamkan oleh syari’ah. Lembaga keuangan syariah dan perbankan syariah tidak akan memperhatikan permohonan pembiayaan dari suatu usaha atau bisnis sebelum mendapatkan kejelasan dan kepastian akan beberapa hal pokok sebagai berikut:
a. Apakah obyek pembiayaan itu halah atau haram?
b. Apakah proyek yang akan dibiayai itu menimbulkan madharat atau tidak?
c. Apakah proyek yang akan didanai berkaitan dengan perbuatan zina / asusila lainnya?
d. Apakah proyek itu berkaitan dengan perjudian?
e. Apakah proyek yang akan dibiyai itu berkaitan dengan pembuatan senjata ilegal?
f. Apakah proyek itu dapat merugikan syi’ar Islam, baik secara langsung atau tidak langsung?
Mengenai jenis dan kegiatan usaha bank syariah diatur dalam Pasal 18-23 UU No. 21 Tahun 2008. sedangkan bagi Bank Syariah diatur dalam Pasal 24-26.
Dalam beberapa hal, bank konvensional dan bank syariah memiliki persamaan, terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi komputer yang digunakan, syarat-syarat umum untuk memperoleh pembiayaan seperti KTP, NPWP, proposal, laporan keuangan dan sebagainya. Disamping itu, antara bank syariah dan bank konvensional memiliki perbedaan yang sangat prinsipil, yakni menyangkut akad-akad yang ditetapkan, aspek legalitas, struktur organisasi, bidang usaha yang dibiayai dan lingkungan kerja. Berikut ini adalah kelebihan bank syariah daripada bank konvensional.
B. 1. Akad dan aspek legalitas
Di dalam bank syariah, akad yang dilakukan memiliki konsekwensi duniawi dan ukrawi, karena akad yang dilakukan berdasarkan ketentuan syari’at Islam. Di dalam perbankan syariah, apabila pihak-pihak yang melakukan akad atau transaksi melanggar kesepakatan / perjanjian yang telah disepakati dan ditandatangani, maka konsekwensi hukum yang akan diterima tidak hanya ketika hidup di dunia saja tetapi juga kelak di hari kiamat. Semua hal dan pihak-pihak, baik barang, jasa maupun pelaku-pelaku yang terlibat dalam setiap akad transaksi perbankan syariah harus memenuhi ketentuan-ketentuan syari’ah sebagai berikut:
a. Rukun: penjual, pembeli, barang, harga dan akad (ijab-qabul / transaksi)
b. Syarat-syarat, yaitu:
1. Barang dan jasa harus halal. Karena itu segala bentuk akad / transaksi atas barang dan jasa yang haram menjadi batal / haram demi syari’ah.
2. Harga barang dan jasa harus jelas.
3. Tempat penyerahan (delivery) harus jelas karena akan berdampak pada biaya transportasi.
4. Barang yang menjadi obyek transaksi harus sepenuhnya dalam kepemilikan yang sah. Tidak diperbolehkan oleh syari’ah melakukan akad / transaksi jual beli atas barang atau sesuatu yang belum dimiliki atau dikuasai, seperti yang terjadi pada transaksi short sale di pasar modal.
B.2. Lembaga Penyelesaian Sengketa
Berbeda dengan perbankan konvensional, jika pada perbankan syariah terjadi perselisihan antara bank dan nasabahnya, maka kedua belah pihak tidak menyelesaikannya di Pengadilan Negeri, tetapi di Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS). Lembaga inilah yang mengatur penyelesaian sengketa yang terjadi antara perbankan syariah dan nasabahnya. Lembaga ini didirikan atas kerjasama antara Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Majlis Ulama Indonesia (MUI). Karena itu, BASYARNAS dalam menyelesaikan sengketa yang menyangkut perbankan syariah mengacu kepada hukum materi syari’ah. Penyelesaian sengeketa melalui BASYARNAS sesuai dengan Pasal 55 ayat (2) UU No. 21 Tahun 2008 yang berbunyi:” Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelesain sengketa dilakukan sesuai dengan isi akad”. Maka jika dalam akad dituangkan bahwa penyelesaian sengketa melalui arbitrase, hal ini dimungkinkan terjadi sesuai dengan kesepakatan para pihak yaitu bank dan nasabah.
Selain itu dengan amandemen Undang-Undang Peradilan Agama, maka penyelesaian sengketa dapat diselesaikan di Pengadilan Agama. Hal ini dimungkinkan karena undang-undang tersebut secara eksplisit dalam Pasal 49 menyebutkan bahwa Pengadilan Agama dapat menyelesaiakan sengketa ekonomi Islam. Hal ini juga dituangkan dalam Pasal 55 ayat (1) UU No. 21 Tahun 2008 yang berbunyi: “Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama”.
B.3. Struktur Organisasi
Bank syariah diperkenankan untuk memiliki struktur organisasi yang sama dengan bank konvensional, misalnya adanya dewan komisaris dan direksi. Namun, di sisi lain terdapat perbedaan yang sangat mendasar antara struktur organisasi yang dimiliki bank syariah dan bank konvensional. Perbedaan yang mendasar itu adalah bahwa di dalam struktur organisasi perbankan syariah harus ada Dewan Pengawas Syariah. Dewan Pengawas Syariah biasanya diletakkan pada posisi setingkat Dewan Komisaris pada setiap bank. Hal ini untuk menjamin efektifitas pendapat atau opini yang dikemukakan oleh Dewan Pengawas Syariah. Karena itu, biasanya penetapan anggota Dewan Pengawas Syariah dilakukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham, setelah para anggota Dewan Pengawas Syariah itu mendapat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional (DSN). Struktur organisasi tersebut terbagi atas:
a. Dewan Pengawas Syariah (DPS)
Fungsi utama para ulama dalam Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah mengawasi jalannya operasional bank syariah sehari-hari agar selalu sesuai dengan petunjuk dan ketentuan-ketentuan syari’at Islam. Hal ini, karena akad / transaksi yang berlaku di dalam sistem perbankan syariah sangat berbeda dengan akad / transaksi yang berlaku di dalam perbankan konvensional. Dalam kaitan ini, dalam sistem perbankan syariah diperlukan garis-garis panduan (guidelines) yang berbeda pula dengan sistem perbankan konvensional. Garis panduan ini disusun dan ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional. Dalam pada itu, Dewan Pengawas Syariah (DPS) harus membuat pernyataan secara berkala (biasanya setiap tahun) bahwa bank syariah yang diawasi telah berjalan sesuai atau tidak sesuai dengan syari’at Islam. Pernyataan DPS ini disampaikan dalam buku laporan tahunan (annual raport) bank yang bersangkutan. Tugas lain Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah meneliti dan membuat rekomendasi atas produk baru bank syariah yang diawasinya. Dengan demikian, DPS bertindak sebagai penyaring pertama atas produk yang telah diteliti dan difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional.
b. Dewan Syariah Nasional (DSN)
Dewan Syariah Nasional (DSN) dibentuk pada tahun 1997 dan merupakan hasil rekomendasi dari Lokakarya Reksadana Syariah pada bulan Juli tahun yang sama. Lembaga ini merupakan lembaga otonomi di bawah Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan dipimpin oleh Ketua Umum MUI dan seorang sekertaris (ex-officio). Kegiatan sehari-hari Dewan Syariah Nasional (DSN) ini dijalankan oleh Badan Pelaksana Harian dengan seorang ketua dan sekertaris serta beberapa anggota. Fungsi utama Dewan Syariah Nasional adalah mengawasi produk-produk lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan syari’at Islam. Dewan ini bukan hanya mengawasi perbankan syariah, tetapi juga mengawasi lembaga-lembaga keuangan syariah lain, seperti asuransi, reksadana, modal ventura dan sebagainya. Untuk keperluan pengawasan tersebut, Dewan Syariah Nasional membuat garis panduan produk syariah yang diambil dari sumber-sumber hukum Islam.
Garis panduan ini menjadi dasar pengawasan bagi Dewan Pengawas Syariah yang terdapat di setiap lembaga-lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar acuan dalam pengembangan produk-produknya. Selain itu, Dewan Syariah Nasional bertugas memberikan rekomendasi kepada para ulama yang akan ditugaskan sebagai Dewan Pengawas Syariah pada suatu lembaga keuangan syariah tertentu. Dewan Syariah Nasional dapat memberikan teguran kepada lembaga keuangan syariah yang dipandang telah menyimpang dari garis panduan perbankan syariah dan petunjuk syari’at Islam. Hal ini dilakukan setelah menerima dan mendapat laporan dari Dewan Pengawas Syariah lembaga keuangan atau perbankan syariah yang bersangkutan.
Jika lembaga keuangan atau perbankan syariah tersebut tidak mengindahkan teguran yang diberikan, Dewan Syariah Nasional dapat mengusulkan kepada otoritas yang berwenang, seperti Bank Indonesia dan Departemen Keuangan, untuk memberikan saksi hukum yang berlaku agar lembaga keuangan atau perbankan syariah tersebut tidak melakukan tindakan-tindakan yang lebih jauh dari ketentuan dan petunjuk syari’ah.
B.4. Bisnis dan Usaha yang Dibiayai Perbankan Syariah.
Di dalam bank syariah, bisnis dan usaha yang dilaksanakan tidak terlepas dari ketentuan dan petunjuk syari’ah. Karena itu, bank syariah tidak diperkenankan membiayai bisnis dan usaha yang diharamkan oleh syari’ah. Lembaga keuangan syariah dan perbankan syariah tidak akan memperhatikan permohonan pembiayaan dari suatu usaha atau bisnis sebelum mendapatkan kejelasan dan kepastian akan beberapa hal pokok sebagai berikut:
a. Apakah obyek pembiayaan itu halah atau haram?
b. Apakah proyek yang akan dibiayai itu menimbulkan madharat atau tidak?
c. Apakah proyek yang akan didanai berkaitan dengan perbuatan zina / asusila lainnya?
d. Apakah proyek itu berkaitan dengan perjudian?
e. Apakah proyek yang akan dibiyai itu berkaitan dengan pembuatan senjata ilegal?
f. Apakah proyek itu dapat merugikan syi’ar Islam, baik secara langsung atau tidak langsung?
Mengenai jenis dan kegiatan usaha bank syariah diatur dalam Pasal 18-23 UU No. 21 Tahun 2008. sedangkan bagi Bank Syariah diatur dalam Pasal 24-26.
http://nasrulloh-one.blogspot.com/2009/03/kelebihan-bank-syariah-daripada-bank.html
Mengamalkan ekonomi syariah jelas mendatangkan manfaat yang besar bagi umat Islam itu sendiri, Pertama, mewujudkan integritas seorang muslim yang kaffah, sehingga Islamnya tidak lagi persial. Bila umat Islam masih bergelut dan mengamalkan ekonomi ribawi, berarti keIslamannya belum kaffah, sebab ajaran ekonomi syariah diabaikannya.
Kedua, menerapkan dan mengamalkan ekonomi syariah melalui bank syariah, asuransi syari’ah, reksadana syari’ah, pegadaian syari’ah, atau BMT, mendapatkan keuntungan duniawi dan ukhrawi. Keuntungan duniawi berupa keuntungan bagi hasil, keuntungan ukhrawi adalah terbebasnya dari unsur riba yang diharamkan. Selain itu seorang muslim yang mengamalkan ekonomi syariah, mendapatkan pahala, karena telah mengamalkan ajaran Islam dan meninggalkan ribawi.
Ketiga, praktek ekonominya berdasarkan syariah Islam bernilai ibadah, karena telah mengamalkan syari’ah Allah Swt.. Keempat, mengamalkan ekonomi syariah melalui lembaga bank syariah, Asuransi atau BMT, berarti mendukung kemajuan lembaga ekonomi umat Islam sendiri.
Kelima, mengamalkan ekonomi syariah dengan membuka tabungan, deposito atau menjadi nasabah Asuransi Syari’ah, berarti mendukung upaya pemberdayaan ekonomi umat Islam itu sendiri, sebab dana yang terkumpul di lembaga keuangan syariah itu dapat digunakan umat Islam itu sendiri untuk mengembangkan usaha-usaha kaum muslimin.
Keenam, mengamalkan ekonomi syariah berarti mendukung gerakan amar ma’ruf nahi munkar, sebab dana yang terkumpul tersebut hanya boleh dimanfaatkan untuk usaha-usaha atau proyek –proyek halal. Bank syariah tidak akan mau membiayai usaha-usaha haram, seperti pabrik minuman keras, usaha perjudian, usaha narkoba, hotel yang digunakan untuk kemaksiatan atau tempat hiburan yang bernuansa munkar, seperti diskotik, dan sebagainya
Kedua, menerapkan dan mengamalkan ekonomi syariah melalui bank syariah, asuransi syari’ah, reksadana syari’ah, pegadaian syari’ah, atau BMT, mendapatkan keuntungan duniawi dan ukhrawi. Keuntungan duniawi berupa keuntungan bagi hasil, keuntungan ukhrawi adalah terbebasnya dari unsur riba yang diharamkan. Selain itu seorang muslim yang mengamalkan ekonomi syariah, mendapatkan pahala, karena telah mengamalkan ajaran Islam dan meninggalkan ribawi.
Ketiga, praktek ekonominya berdasarkan syariah Islam bernilai ibadah, karena telah mengamalkan syari’ah Allah Swt.. Keempat, mengamalkan ekonomi syariah melalui lembaga bank syariah, Asuransi atau BMT, berarti mendukung kemajuan lembaga ekonomi umat Islam sendiri.
Kelima, mengamalkan ekonomi syariah dengan membuka tabungan, deposito atau menjadi nasabah Asuransi Syari’ah, berarti mendukung upaya pemberdayaan ekonomi umat Islam itu sendiri, sebab dana yang terkumpul di lembaga keuangan syariah itu dapat digunakan umat Islam itu sendiri untuk mengembangkan usaha-usaha kaum muslimin.
Keenam, mengamalkan ekonomi syariah berarti mendukung gerakan amar ma’ruf nahi munkar, sebab dana yang terkumpul tersebut hanya boleh dimanfaatkan untuk usaha-usaha atau proyek –proyek halal. Bank syariah tidak akan mau membiayai usaha-usaha haram, seperti pabrik minuman keras, usaha perjudian, usaha narkoba, hotel yang digunakan untuk kemaksiatan atau tempat hiburan yang bernuansa munkar, seperti diskotik, dan sebagainya
Ekonomi Syariah Jadi Kunci Atasi Krisis Keuangan
Berbagai kelemahan yang terdapat pada bank konvensional menjadi isu utama penyebab krisis keuangan global. Sistem ekonomi syari’ah memiliki daya tahan yang kuat terhadap krisis keuangan global, sehingga dapat menjadi solusi. Sistem perekonomian syariah diyakini dapat menjadi alternatif meredam berbagai kelemahan yang ada dalam sistem perbankan konvensional. Karena dapat menjauhkan diri dari riba (bunga), lalu dapat terhindar dari sesuatu hal yang tidak transparan dan terhindar juga dari adanya berbagai spekulasi.
Prinsip ekonomi konvensional cenderung spekulatif, yaitu mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya dengan berbagai cara. Ketiadaan riba dalan sistem ekonomi syari’ah, didukung transparansi keuangan dapat menghindarkan spekulasi. Dengan demikian, ekonomi syari’ah mungkin dapat menjadi kunci untuk mengatasi krisis keuangan di berbagai negara.
Untuk menciptakan ekonomi kebersamaan untuk keberlangsungan kehidupan umat manusia, kita harus merubah prinsip berbisnis yang cendrung spekulatif yaitu, Modal yang kecil lalu memperoleh untung yang sebesar-besarnya dengan berbagai cara. Dengan berkembangnya sistem ekonomi syariah diharapkan dapat meubah prinsip tersebut kedepannya.
Seperti yang sudah di jelaskan di kurva sinlammin
Powered by DR. IR. H. Roikhan Mochamad Aziz, MM.
Dimana kita asumsikan sebagai berikut :
LAM : tujuan utama
SIN : manusia, alam, sosial
MIM : ibadah
S : supply
D : demand
E : aturan
Dimana kita biasanya hanya menemui supply dan demand saja. Yang dibutuhkan untuk memperbaiki perekonomian dan krisis keuangan saat ini yaitu aturan. Selama ini kita sudah melupakan point itu.
Sistem ekonomi konvensional yang tidak mempunyai aturan menyebabkan inflasi, spekulasi serta krisis keuangan yang terjadi selama ini jadi rentan terhadap krisis keuangan di berbagai negara.
Contohnya terdapat di berbagai kasus:
“Pada tahun 1907 krisis perbankan Internasional dimulai di New York, setelah beberapa decade sebelumnya yakni mulai tahun 1860-1921 terjadi peningkatan hebat jumlah bank di Amerika s/d 19 kali lipat. Selanjutnya, tahun1920 terjadi depresi ekonomi di Jepang. Kemudian pada tahun 1922 – 1923 German mengalami krisis dengan hyper inflasi yang tinggi. Karena takut mata uang menurun nilainya, gaji dibayar sampai dua kali dalam sehari. Selanjutnya, pada tahun 1927 krisis keuangan melanda Jepang (37 Bank tutup); akibat krisis yang terjadi pada bank-bank Taiwan.”
“Pada tahun 1929– 30 The Great Crash (di pasar modal NY) & Great Depression (Kegagalan Perbankan); di US, hingga net national product-nya terbangkas lebih dari setengahnya. Selanjutnya, pada tahun 1931 Austria mengalami krisis perbankan, akibatnya kejatuhan perbankan di German, yang kemudian mengakibatkan berfluktuasinya mata uang internasional. Hal ini membuat UK meninggalkan standard emas. Kemudian1944 – 66 Prancis mengalami hyper inflasi akibat dari kebijakan yang mulai meliberalkan perekonomiannya. Berikutnya, pada tahun 1944– 46 Hungaria mengalami hyper inflasi dan krisis moneter. Ini merupakan krisis terburuk eropa. Note issues Hungaria meningkat dari 12000 million (11 digits)hingga 27 digits.”
“Pada tahun1987 The Great Crash (Stock Exchange), 16 Oct 1987 di pasar modal US & UK.Mengakibatkan otoritas moneter dunia meningkatkan money supply. Selanjutnya pada tahun 1994 terjadi krisis keuangan di Mexico; kembali akibat kebijakan finansial yang tidak tepat.”
“Pada tahun 1997-2002 krisis keuangan melanda Asia Tenggara; krisis yang dimulai di Thailand, Malaysia kemudian Indonesia, akibat kebijakan hutang yang tidak transparan. Krisis Keuangan di Korea; memiliki sebab yang sama dengan Asteng. “
“Kemudian, pada tahun 1998 terjadi krisis keuangan di Rusia; dengan jatuhnya nilai Rubel Rusia (akibat spekulasi) Selanjutnya krisis keuangan melanda Brazil di tahun 1998. pada saat yang hamper bersamaan krisis keuangan melanda Argentina di tahun 1999. Terakhir, pada tahun 2007-hingga saat ini, krisis keuangan melanda Amerika Serikat. “
Dari data dan fakta historis tersebut terlihat bahwa dunia tidak pernah sepi dari krisis yang sangat membayakan kehidupan ekonomi umat manusia di muka bumi ini.
Dalam menganalisa penyebab utama timbulnya krisis moneter tersebut, banyak yang berpendapat bahwa kerapuhan fundamental ekonomi (fundamental economic fragility) adalah merupakan penyebab utama munculnya krisis ekonomi.
Ini dengan jelas menunjukkan bahwa defisit neraca pembayaran (deficit balance of payment), beban hutang luar negeri (foreign debt-burden) yang membengkak terutama sekali hutang jangka pendek, investasi yang tidak efisien (inefficient investment), dan banyak indikator ekonomi lainnya telah berperan aktif dalam mengundang munculnya krisis ekonomi.
Sebagaimana disebut di atas, perkembangan dan pertumbuhan finansial di dunia saat ini, sangat tak seimbang dengan pertumbuhan sektor riel. Realitas ketidakseimbangan arus moneter dan arus barang/jasatersebut, mencemaskan dan mengancam ekonomi berbagai negara.
Pakar manajamen tingkat dunia, Peter Drucker, menyebut gejala ketidakseimbangan antara arus moneter dan arus barang/jasa sebagai adanya decopling, yakni fenomena keterputusan antara maraknya arus uang (moneter) dengan arus barang dan jasa. Fenomena ketidakseimbangan itu dipicu oleh maraknya bisnis spekulasi (terutama di dunia pasar modal, pasar valas dan proverti), sehingga potret ekonomi dunia seperti balon saja (bubble economy).
Disebut ekonomi balon, karena secara lahir tampak besar, tetapi ternyata tidak berisi apa-apa kecuali udara. Ketika ditusuk, ternyata ia kosong. Jadi, bublle economy adalah sebuah ekonomi yang besar dalam perhitungan kuantitas moneternya, namun tak diimbangi oleh sektor riel, bahkan sektor riel tersebut amat jauh ketinggalan perkembangannya.
Sekedar ilustrasi dari fenomena decoupling tersebut, misalnya sebelum krisis moneter Asia, dalam satu hari, dana yang gentayangan dalam transaksi maya di pasar modal dan pasar uang dunia, diperkirakan rata-rata beredar sekitar 2-3 triliun dolar AS atau dalam satu tahun sekitar 700 triliun dolar AS.
Padahal arus perdagangan barang secara international dalam satu tahunnya hanya berkisar 7 triliun dolar AS. Jadi, arus uang 100 kali lebih cepat dibandingkan dengan arus barang (Didin S Damanhuri, Problem Utang dalam Hegemoni Ekonomi).
Dalam ekonomi Islam, jumlah uang yang beredar bukanlah variabel yang dapat ditentukan begitu saja oleh pemerintah sebagai variabel eksogen. Dalam ekonomi Islam, jumlah uang yang beredar ditentukan di dalam perekonomian sebagai variabel endogen, yaitu ditentukan oleh banyaknya permintaan uang di sektor riel atau dengan kata lain, jumlah uang yang beredar sama banyaknya dengan nilai barang dan jasa dalam perekonomian.
Bisa disimpulkan begitu banyak masalah krisis global yang terjadi di dunia, perekonomian syariah adalah kunci yang harus didorong terus, karena ekonomi syariah tidak tergantung oleh spekulasi jadi cenderung rentan terhadap krisis.
Akan tetapi, menurut saya, perkembangan ekonomi syariah bukan tanpa tantangan. Nilai transaksi perbankan syariah yang masih kecil dibandingkan dengan transaksi konvensional menjadi tantangan yang harus terus diupayakan untuk ditingkatkan.
Indonesia ini merupakan salah satu negara dengan mayoritas muslim terbesar di dunia. Khususnya juga wilayah Jawa Barat ada sekitar 44,2 juta penduduk, yang mayoritas muslimnya juga banyak. Ini diharapkan akan membantu mendorong perkembangan ekonomi syariah.
Sistem perekonomian syariah diyakini dapat menjadi alternatif meredam berbagai kelemahan yang ada dalam sistem perbankan konvensional. Pasalnya, sistem ekonomi syariah mempunyai daya resistansi yang kuat terhadap krisis keuangan global.
“Karena dapat menjauhkan diri dari riba (bunga), lalu dapat terhindar dari sesuatu hal yang tidak transparan dan terhindar juga dari adanya berbagai spekulasi,” ungkap Gubernur Jawa Barat Ahmad Heriawan, kala ditemui dalam 2nd Bank Indonesia International Seminar on Islamic Finance di Hotel Hilton, Bandung, Senin (7/5/2012).
Ahmad melanjutkan, ekonomi syariah mungkin menjadi kunci mengatasi krisis keuangan yang melanda berbagai negara dibelahan dunia. Di sisi lain, dia berpendapat prinsip berbisnis yang cenderung spekulatif yaitu mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan mengandalkan berbagai cara haruslah disudahi.
“Modal yang kecil lalu memperoleh untung yang sebesar-besarnya dengan berbagai cara kita sudahi saja. Prinsip tersebut harus diubah. Kita harus menciptakan ekonomi kebersamaan untuk keberlangsungan kehidupan umat manusia,” paparnya.
Maka dari itu, dengan adanya sistem ekonomi syariah yang telah ada dan sedang berkembang di Indonesia diharapkan dapat meubah prinsip tersebut ke depannya.
“Indonesia ini merupakan salah satu negara dengan mayoritas muslim terbesar di dunia. Khususnya juga wilayah Jawa Barat ada sekira 44,2 juta penduduk, yang mayoritas muslimnya juga banyak. Ini diharapkan akan membantu mendorong perkembangan ekonomi syariah,” pungkasnya. (mrt/R Ghita Intan Permatasari/OZ)
Menurut beberapa ahli ekonomi
dan para praktisi keuangan nasional dan international kini saat nya ekonomi
syariah bangkit dalam mengantisipasi krisis keuangan dunia yang makin
memburuk akhir –akhir ini. Begitu hebat nya terjangan badai krisis ini yang
berakibat pada bangkrutnya beberapa bank di Amerika yang selama ini di
kenal sebagai Negara adi kuasa (super power) di segala bidang terutama di
bidang ekonomi.
Sistim ekonomi
yang di terapkan di Amerika adalah Kapitalis dimana setiap individu berhak atas
semua kekayaannya tanpa campur tangan pemerintah, dan kekayaanya itu dapat di
peroleh dengan menggunakan segala cara, biasa nya dengan melakukan
investasi yang berbasis bunga yang di tawarkan pada instrument perbankan dan
pasar modal. Yang paling kejam pada sistim kapitalis ini adalah untung-rugi di
nikmati sendiri, begitu juga kalau bangkrut harus di hadapi sendiri oleh masing
masing individu.
Dengan program penyelamatan
yang di lakukan pemerintah Amerika agar Lembaga keuangan yang akan mengahadapi
kebangrutan di tambah suntikan modal guna menghindari krisis yang lebih
buruk dari sekarang, maka system kapitalis yang di terapkan di Amerika Serikat
selama ini, dalam pengamatan beberapa pakar ekonomi dunia, ada tanda-tanda akan
berakhir nya sistim kapitalis dan era kapitalisme akan segera runtuh menuju
kehancurannya.Mengapa demikian? Karena ikut campur tangan pemerintah pada
program penyelamatan krisis keuangan, sudah membuat sistim kapitalis berubah
menjadi sebuah sistim sosialis (komunis) yang selama ini sangat di benci oleh
pemerintah Amerika Serikat. Pada sistim ekonomi sosialis (komunis) roda
perekonomian dan keuangan di atur oleh pemerintah, karena semua sektor produksi
dan utilitas juga di miliki oleh pemerintah, dimana tidak ada suatu
kepemilikan perusahaan atas nama peroarangan, semua jenis usaha di miliki oleh
pemerintah, termasuk lembaga keuangan, seperti bank.
Dalam menentukan kebijakan
dan mengambil keputusan yang berhubungan dengan segala hal, termasuk sektor
ekonomi di putuskan langsung oleh pemerintahannya. Dan sekarang Amerika serikat
melakukan hal yang sama di lakukan oleh sistim ekonomi sosialis dengan bantuan
dana talangan dan mengambil alihan bank –bank yang bangkrut agar dapat
beroperasi kembali. Perubahan ini jelas membuat para ahli ekonomi di
Negeri Paman Sam ini menjadi gerah, karena dunia sedang mentertawakan mereka
yang akhirnya terpaksa mengubah sistim ekonomi kapitalis nya ke sistim
ekonomi sosialis demi menyelamatkan sistim perekonomiannya yang sangat di
banggakan selama ini.
Untuk itu
kini saat nya ekonomi syariah bangkit kembali menuju kejayaannya. Krisis
ekonomi yang terjadi sekarang ini akibat dari tinggi nya bunga (Riba) dari hutang
(dayn), yang berbunga-bunga. Di dalam ekonomi syariah sebagian besar
Ulama , terutama yang berasal dari Timur –Tengah berpendapat bahwa hutang sama
dengan uang, oleh sebab itu hutang tidak boleh di perjual-belikan.Sementara itu sebagian besar Ulama di Malaysia berpendapat hutang sama
dengan harta (Mal) jadi bisa di perjual belikan.
Menurut mazhab Hanafi (hutang) dayn tidak dapat di perjual belikan,walau pun ada pendapat bahwa hutang sama dengan harta (yang belum di miliki sekarang, namun akan menjadi hak milik seseorang di masa yang akan datang).Sementara itu para Ulama dari mazhab Shafi’i sebagian membolehkan hutang (dayn) di perjual belikan. Ibn al-Subki dan al-Nawawi para Ulama dari mazhab Safi’i membolehkan jual-beli surat hutang dengan syarat –syarat tertentu, seperti harus di bayar tunai dan transaksi nya harus di lakukan segera (spot) dan hutang tersebut harus sudah mendekati waktu jatuh tempo.
Ibn Al-Qayim,
seorang Ulama dari golongan mazhab Hanbali mengatakan bahwa jual beli
surat hutang sesuai dengan prinsip syariah, sepanjang tidak ada larangannya.
Para Ulama golongan mazhab
Maliki membolehkannya jual-beli surat hutang dengan persyaratan seperti
yang di kemukakan oleh Ibn Al -Qayim, dengan beberapa persyaratan tambahan.
Sementara itu Fiqh
Academi Jeddah dalam resolusinya membolehkan jual-beli hutang sepanjang tidak
ada unsur riba di dalam penerapannya.
Disini lah kelebihan ekonomi
syariah, banyak aturan-aturan yang diterapkan pada transaksi keuangannya
yang bertujuan untuk menjunjung nilai-nilai kejujuran dan keadilan dengan
larangan terhadap transaksi yang berbasis Riba, Gharar dan Maisir, demi
kesejahteraan masyarakatnya, dengan transaksi ekonomi yang adil dan jujur.
Tidak seperti
ekonomi konvensional (baca: kapitalis) yang menghalal kan segala cara termasuk
gharar (spekulasi) dan maisir (judi) dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan
sebanyak-banyak nya dengan dasar mengambil keuntungan itu dengan jalan
menghimpun dan mengakumulasi interest/bunga/Riba. Dimana transaksi jual beli
hutang yang di tawarkan pada sistim keuangan konvensional di lakukan dengan
membayarkan surat hutang yang di beli dengan cara meminjam uang
pada bank atau dengan kata lain mendapat hutang yang baru agar hutang yang di
beli tadi dapat di jual kembali dengan bunga yang lebih tinggi untuk menutupi
hutang-hutang untuk membeli surat hutang tersebut. Semakin banyak hutang yang
di jual dan tidak di kembalikan pokok dan bunga nya oleh pembeli maka semakin
banyak hutang-hutang yang menumpuk yang tidak dapat di bayarkan ke bank-bank
yang memberi hutang, lalu bank bank tersebut menjadi bangkrut karena terlalu
banyak nasabah nya yang tidak mampu lagi membayar hutang-hutangnya yang sudah
bunga-berbunga.
Sekarang saat nya para bankir syariah untuk menawarkan produk-produk syariah terbaiknya kepada Muslim dan Non Muslim, sebagai peluang yang sangat baik untuk mengembangkan ekonomi syariah menuju kejayaannya. Memang pada akhirnya keadilan dan kejujuran akan selalu menang dalam hal apapun juga, termasuk dalam transaksi keuangan, seperti halnya pada transaksi ekonomi syariah yang berlandaskan keadilan, kejujuran dan kepercayaan
sekian dari ana khoirul wallahualam..
Daftar Pustaka :
4.https://makro4d.wordpress.com/2012/05/17/nama-eka-andita-fitriannisa-nim-111008200147-judul-ekonomi-syariah-rahasia-terpendam-atasi-krisis-keuangan-alamat-pondok-benda-indah-blok-c-p
Tidak ada komentar:
Posting Komentar